Kritik Atas Argumentasi Ustadz Firanda Andirja

Bismillahirrohmaanirrohiim

Bantahan Telak Status Terbaru Akh Firanda Andirja yang Menyuruh Mencoblos Hari Ini (Complete)

1. Akh Firanda berkata,
[....para ulama yg menyuruh nyoblos sangat banyak dan lebih senior (sy bin Baz, sykh albani, sykh utsaimin, al lajnah Ad-daaimah,...]

Bantahan:
Ya Akhi, bertaqwalah kepada Alloh azza wa jalla. Siapa yang bilang mereka "menyuruh" mencoblos secara mutlak?

Siapa bilang Syaikh Al-Albani dengan praktis membolehkan mencoblos?

Dalam sebuah kaset Silsilatul Huda wan Nûr (1/352) seseorang bertanya kepada Syaikh Al Albani:

“Syaikh, yang dimaksud adalah saudara-saudara kita di Aljazair, tentang usaha mereka dan keikutsertaan mereka dalam kancah politik.”

Syaikh Al Albani : “Zaman sekarang ini saya tidak menganjurkan kaum muslimin di negeri Islam manapun terlibat dalam kegiatan politik…”

Dengarlah ketarangan ini wahai Akh Firanda, apakah berita ini mau disembunyikan?

Adapun Syaikh Bin Baz, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan lain-lainnya, mungkin ada sebagian dari mereka yang membolehkan, tapi itu kata Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafizhahullâh :

“Mereka (para ulama yang membolehkan) memasang syarat syarat yang syarat-syarat ini kalau mereka teliti atau mereka komitmen dengan syarat-syarat ini, niscaya mereka tidak akan bisa ikut Pemilu,” sebab syaratnya berat.

2. Akh Firanda berkata,

[... Maka mengikuti ulama senior para orang tua yang tinggi ilmu dan ketakwaan mereka lebih...]

Bantahan:

Lah, bukannya ulama senior melarang kita pemilu di Indonesia?

Berikut ini tanya jawab bersama Asy Syeikh Badr Hafidzohulloh seputar
pemilu

Tanya: wahai guru kami – semoga Alloh menjagamu- saya memiliki pertanyaan: saat ini semakin dekat hari pemilu di indonesia, dan banyak dari calon yang akan dipilih adalah orang-orang nasrani dan syiah. Sehingga sebagian umat Islam Indonesia berkata dan mendorong untuk ikut serta dalam pemilu agar orang-orang nasrani dan syiah tidak menguasai atas umat Islam di Indonesia. Apakah ucapan ini benar? Berikanlah faidah kepada kami…

Jawab: wahai saudaraku…pemilu tidak bermanfaat dan meninggalkannya lebih utama…Wallohu ‘Alam

Tanya: ya….wahai guru kami…hal itu adalah keyakinanku, Alhamdulillah. Akan tetapi saat ini muncul orang-orangyang menisbatkan kpd manhaj salaf, mereka berkata seperti yang saya tanyakan kepadamu, dan mereka mengatakan bahwa hal ini ( ikut serta dalam pemilu) adalah termasuk dari pembahasan: mengambil mafsadah yang lebih ringan, sehingga ucpan ini menipu kepada umat Islam. Bagaimana kami menjawab ucapan ini? Semoga Alloh menjagamu.

Jawab: berpegang teguh dengan agama Islam dan tidak bertasyabuh kpd orang orang kafir adalah hal yang lebih utama. Pemilu datang dari barat dan termasuk sistem demokrasi barat. Maka berpalinglah kalian darinya…
(Tanya Jawab Al Ustadz Abu Jundi hafidzahullah bersama Asy Syaikh Badr bin Muhammad Al Badr hafidzahullah)

3. Akh Firanda berkata,

[... jika ada yg berkata : para ulama tdk tahu kondisi Indonesia, kita katakan :
- ini adalah tuduhan yg tdk beralasan dan terlalu dipaksa-paksakan. Karena masalah pemilu dan demokrasi adalah permaslahan yang umum menimpa banyak negeri kaum muslimin, seperti Yaman, Kuwait, iraq, al-jazaair dll..]

Bantahan:

Ya Akhi, janganlah kita berbicara jika tidak paham konstalasi politik Indonesia. Apalagi Anda mau integrasi pemilu di negeri lain.

Persoalan negeri Yaman, ulama Yaman mana yang membolehlan pemilu di Yaman, Akhi?

Ustadz dari Indonesia?

Ya Akhi, Anda kenal Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam?

Ulama Yaman.

Anda tahu apa judul buku yang beliau tulis? "Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat." Penerbit : Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate.

Buku yang mengupas kebobrokan pemilu.

Apa isi bab bukunya?

Kerusakan ke-1 : Pemilu bisa mengantarkan
pada kesyirikan kepada Allah dalam masalah
Syirkuth Tha’ah (syirik dalam ketaatan).

Kerusakan ke-2 : Pemilu meng-ilah-kan
mayoritas, yang mayoritas itu yang diangkat
dan dijadikan sebagi ilah.

Kerusakan ke-3 : Pemilu memberikan sangkaan
yang jelek terhadap Islam bahwa Islam ini
adalah kurang, sebab Pemilu tidak dikenal
dalam Islam. Kalau kita katakan Pemilu boleh,
artinya kita memberikan sangkaan yang jelek
bahwa Islam itu kurang karena Islam tidak
mengaturnya.

Kerusakan ke-4 : Pemilu mempersempit atau
menelantarkan Al Walâ’ (loyalitas) dan Al
Barâ’ (antipati dan permusuhan) terhadap
orang-orang kafir dan orang-orang yang
menyeleweng.

Kerusakan ke-5 : Pemilu artinya ia tunduk
kepada peraturan ilmaniyah (sekuler).

Kerusakan ke-6 : Pemilu artinya mengelabui
kaum muslimin.

Kerusakan ke-7 : Pemilu artinya memberi label
syar’i terhadap demokrasi.

Kerusakan ke-8 : Pemilu merupakan alat yang
dipakai oleh orang-orang Yahudi dan Nashara.

Kerusakan ke-9 : Pemilu ini menyelisihi Nabi
shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam menghadapi
musuh musuhnya. Beliau menghadapi musuh
musuh dakwah bukan dengan cara Pemilu.

Kerusakan ke-10 : Pemilu adalah wasilah yang
diharamkan.

Kerusakan ke-11 : Pemilu memecah belah
persatuan kaum muslimin dengan partai-partai
itu dan seterusnya, ini memecah belah
kesatuan kaum muslimin.

Kerusakan ke-12 : Pemilu menghancurkan
ukhuwah Islamiyah.

Kerusakan ke-13 : Fanatisme yang tercela.

Kerusakan ke-14 : Membela partai.

Kerusakan ke-15 : Memberi rekomendasi
menurut kepentingan partai.

Kerusakan ke-16 : Calon pejabat mencari
keridhaan rakyat.

Kerusakan ke-17 : Kepalsuan, kelicikan demi
simpati massa.

Kerusakan ke-18 : Menyia-nyiakan waktu
dengan slogan kosong.

Kerusakan ke-19 : Menghamburkan harta.

Kerusakan ke-20 : Calon pejabat terfitnah oleh
harta.

Kerusakan ke-21 : Pemilu mementingkan
kuantitas, bukan kualitas.

Kerusakan ke-22 : Pemilu mementingkan kursi,
tidak mempedulikan masalah aqidah.

Kerusakan ke-23 : Mengabaikan kerusakan
aqidah sang calon pejabat

Kerusakan ke-24 : Menerima seorang calon
tanpa peduli syarat-syarat syar’i.

Kerusakan ke-25 : Menyalahgunakan nash-nash
syar’i.

Kerusakan ke-26 : Tidak memperhatikan rambu-
rambu syar’i dalam memberikan kesaksian.

Kerusakan ke-27 : Pemilu ini menyamakan
antara suara orang kafir dengan orang muslim,
orang shalih dengan orang thalih, orang baik
dengan orang jelek, padahal Al Qur’an
membedakan:
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-
orang Islam itu sama dengan orang-orang yang
berdosa (orang kafir)? ”
(QS Al Qalam: 35)

Kerusakan ke-28 : Fitnah perempuan dalam
Pemilu.

Kerusakan ke-29 : Menganjurkan orang-orang
hadir di tempat-tempat kedustaan.

Kerusakan ke-30 : Tolong-menolong dalam dosa
dan permusuhan.

Kerusakan ke-31 : Bekerja keras dalam sesuatu
yang tidak berfaidah.

Kerusakan ke-32 : Janji-janji kosong.

Kerusakan ke-33 : Menamakan sesuatu dengan
cara yang salah.

Kerusakan ke-34 : Koalisi-koalisi semu.

Nah, inilah isi bukunya, Akhi. Penulisnya adalah ulama Yaman dan diberi pengantar oleh Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi'i.

Inilah karya autentik dari ulama Yaman akhi, yang bersikap antipati terhadap pemilu. Sekarang, kita berfikir lebih jernih, kalau di Yaman saja yang begitu banyak konflik, masalah, tetapi lihatlah sikap ulama mereka, Akhi. Tidak ada yang membolehkan pemilu.

Bertakwalah kepada Alloh, Akhi.

Berikutnya, Akhi, persoalan "ulama" yang katanya paham kondisi Indonesia sehingga membolehkan pemilu, kita perlu tanya "apa pengertian Anda tentang konstalasi politik di Indonesia?"

Akhi Firanda pernah masuk di parlemen?

Akhi, kalau Anda mengasumsikan jika di parlemen mayoritasnya Muslim 'baik', akan baik dan tak berbahaya. Sebaliknya, kalau mayoritasnya non Muslim, Syi'ah, liberal akan tidak baik dan berbahaya.

Ketahuilah, jumlah Muslim atau non Muslim, Syiah, liberal, maka tidak ada efeknya secara signifikan dalam sistem demokrasi. Pasalnya, dalam sistem demokrasi, UU yang dihasilkan adalah UU kufur, tidak peduli apakah pendukung UU itu mayoritasnya Muslim atau non-Muslim/syiah/liberal. Bahkan kalaupun UU yang akan dilegislasikan adalah syariah Islam dari segi substansi hukumnya, seperti UU Perkawinan, Zakat, atau Wakaf, tetap saja prosedur legislasinya batil, yaitu tunduk pada suara mayoritas.

Bisa dipahami, Akhi?

Karena itulah, kembalilah kejalan yang benar, Akhi.

4. Akh Firanda beberapa kali membawa nama Ali Hasan dalam statusnya.

Bantahan:

Orang ini telah dijarh, Akhi. Silahkan merujuk ke Kitab Tahdzir as-Salafy min Manhaj at-Tamayyu’ al-Khalafy dikumpulkan oleh: ‘Abdul Hamid ‘Ali Yahya Najjar al-Hadhabi. Muqaddimah asy-Syaikh DR. Ahmad ‘Umar Bazmul. Hal. 149-185.

Lihat di artikel mengapa Ali Hasan dijarh, "ringkasan-sebab-sebab-kenapa-ali-hasan-al-halabi-dijarh-dicerca-dan-dikritik/"

5. Akh Firanda berkata,

[.. jika ada yang berkata : para ulama juga bisa salah berfatwa. Maka kita katakan hal ini memang benar, namun jika para ulama saja bisa salah apalagi para ustadz yang berseberangan tentu bisa lebih salah lagi..]

Bantahan:

Ya Akhi, kalau sudah tahu bahwa fatwa ulama yang membolehkan pemilu itu salah, lantas mengapa dipaksa dibenarkan?

6. Akh Firanda berkata,

[.. kaidah yg dipakai oleh para ulama adalah irtikaab akhoffu Ad-dororoin yaitu menempuh kemudorotan yang lebih ringan dalam rangka menjauhi kemudorotan yang lebih besar...]

Bantahan:

Berkata al-Ustadz Dzulqarnain hafidzahulloh ketika membantah Ikhwan Abdul Jalil, Lc. (Tokoh Wahdah Islamiyah) yang memakai kaedah di atas,

"Kaidah ini menurut ulama ahliushul fiqhi tidak boleh diterapkan kecuali dengan tiga syarat.

1. Hendaknya maslahat yang akan dicapai dengan melakukan dharar tersebut adalah
maslahat haqiqiyyah (pasti tercapai) bukan maslahat wahmiyah (mungkin tercapai, mungkin tidak). Sekarang saya tanya maslahatnya, orang yang masuk Pemilu apakah pasti tercapai akan terpilih atau masih
kemungkinan?

Jawabnya, mungkin, tidak ada kepastian. Syarat pertama sudah tidak terpenuhi.

2. Syarat yang kedua, hendaknya mafsadah yang terjadi ketika menjalani bahaya itu lebih
ringan daripada hasil yang hendak dicapai. Sekarang saya tanya, 34 kerusakan ini ringan
atau tidak? Wallâhi, berat, dan beratnya lebih berat daripada maslahat yang hendak mereka
capai. Tidak terpenuhi syarat yang kedua.

3. Syarat yang ketiga, disebutkan oleh Ibnu Daqiqil ‘Ied rah imahullâh bahwasanya tidak
ada jalan lain lagi kecuali itu. Nah, ini akan buntu di sini. Saya tanya, mana
jalannya Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam? Adakah beliau melakukan Pemilu? Beliau
memulai dakwah dari Makkah dalam keadaan lemah, 13 tahun setelah itu pindah lagi ke
Madinah dan mulai di situ mempunyai daulah sambil menyempurnakan tauhid dan seterusnya. Mana jalan Nabi shallallâhu ‘alaihi
wasallam yang lebih berhasil? Dua puluh tiga tahun Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam berhasil.

Dan lihat dakwah-dakwah Ahlus Sunnah di negeri Saudi Arabia kemudian Yaman, subh anallâh tersebar dengan sangat baiknya. Ini maslahat yang sangat besar kalau orang bergelut dalam dakwah. Dan kalian, di mana kalian ambili’tibar masuk Pemilu? Apakah yang dijadikan contoh adalah Ikhwanul Muslimin yang sudah puluhan tahun sampai
sekarang tidak pernah membuahkan hasil? Maka, ambillah pelajaran! Karena itulah tidak ada maslahatnya sama sekali, sehingga kaidah
ini tidak bisa diterapkan," selesai penuturan Ustadz Dzulqarnain.

Bagaimana, Akhi? Tidakkah ini membuat kita legowo?

7. Akh Firanda berkata,

[.. pernyataan bahwa menyoblos berarti mendukung demokrasi, adalah pernyataan yang tdk benar...]

Bantahan:

Terus pemilu ini jalanya siapa, Akhi? Salaf? Miris sekali!

8. Akh Firanda berkata,

[.. pernyataan : "golput lebih selamat". maka perlu direnungkan kembali..]

Bantahan:

Akhi, Anda lebih selamat jika tidak terlibat pada kancah pemilu.

Akhi,....Memilih si A dalam Pemilu nanti, maka persiapkanlah dirimu dihadapan Alloh azza wa jalla nantinya untuk mempertanggungjawabkan keputusanmu itu.

Apabila pilihanmu si A kelak menjadi presiden, dan tidak menerapkan syariat Islam, tidak menjadikan hukum negara berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, tidak menerapkan hukum rajam bagi pezina, hukum potong tangan bagi pencuri, hukum pancung, dan lain sebagainya.

Maka kelak di hari kiamat engkau akan dimintai pertanggungjawaban, karena atas suaramulah ia terpilih.

Bagi yang memilih si B, siapkan pulalah dirimu untuk mempertanggungjawabkan keputusanmu itu dihadapan Alloh azza wa jalla.

Apabila pilihanmu si B kelak menjadi presiden, dan tidak menerapkan syariat Islam, tidak menjadikan hukum negara berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, ia menyakiti hati kaum muslimin, tidak menerapkan hukum rajam bagi pezina, hukum potong tangan bagi pencuri, hukum pancung, dan lain sebagainya.

Maka kelak di hari kiamat engkau akan dimintai pertanggungjawaban, karena atas suaramulah ia terpilih."

Alloh azza wa jalla berfirman,

"Pada hari ketika lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu telah mereka kerjakan.“
(QS. An-Nur 24)

Siapkanlah diri kalian!

Jika ingin selamat, jangan ikut fitnah pemilu ini, Akhi.

9. Akh Firanda berkata,

[.. seorang yang golput pun tdk akan terhindarkan dari kemudorotan yang akan muncul dikemudian hari...]

Bantahan:

Bukanlah 34 kerusakan pemilu yang kami sebutkan (pada awal tulisan) itu lebih parah?

Ya Akhi, jagalah dirimu, baru engkau selamatkan saudaramu yang lain. Bukan sebaliknya!

10. Akh Firanda berkata,

[... Seorang golput jika ternyata karena golput nya maka naiklah pemimpin yang membawa kemudorotan bagi Islam dan kaum muslimin maka iapun akan dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat...]

Bantahan:

Ya Akhi, yang berhak memilih pemimpin itu siapa, Akhi?

Semua orang? Tukang becak? Wanita? Pasien Rumah Sakit Jiwa?

Mau dikemanakan tarikh Islam, Akhi?

Anda tahu toh' bahwa yang berhak memilih pemimlin adalah ahlul hal wal ‘aqd (para ulama dan cendikia)? Atau apakah semua orang di Indonesia sudah bergelar ulama sehingga berhak memilih?

Ya Akhi, masyarakat umum bukanlah yang berhak memilih calon presidennya. Lihatlah sejarah pemilihan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, apakah semua masyarakat ikut mencoblos?

Dan apakah masyarakat di zaman mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh Alloh karena tidak ikut memilih?

11. Akh Firanda berkata,

[.. kalau ada yang bilang bahwa yang nyoblos manhaj nya perlu dipertanyakan, maka kenyataannya mereka yang nyoblos telah mengikuti fatwa para ulama..]

Bantahan:

Bukankah di awal tulisan Syaikh Badr telah menasihat kita agar meninggalkan pemilu? Dan juga bukankah Syaikh Robi telah meluruskan perkataan para ulama yang membolehkan pemilu?

Dan jika ada yang tetap kental dalam pendirian ikut mencoblos, apakah salah jika mempertanyakan manhajnya?

12. Akh Firanda berkata,

[... ingatlah bisa jadi Kristenisasi, syiahnisasi, liberal semakin berkembang tanpa harus angkat senjata, namun hanya dengan perundang-undangan...]

Bantahan:

Ya Akhi, jauh sebelum pemilu, Anda sudab ikut arus Yahudi (baca: demokrasi). Lalu sekarang, Anda mau bahas masa depan!

Ya Akhi, yang menolog agama ini Alloh, bukan Anda, dkk.

Dengarkan ini, Akhi, Alloh azza wa jalla berfirman,

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,”
(QS. Al Hajj : 40)

Akhi, inilah kepastian. Pasti Alloh tolong agama ini, jangan khawatir. Yang kita khawatirkan adalah diri-diri kita. Jangan sampai ikut dalam kubangan demokrasi.

Akhi, ingatlah apa yang diungkapkan Al-Imam Malik bin Anas rohimahulloh,

“Tidak akan baik (generasi) akhir umat ini kecuali apa (cara sistem yang) dengannya telah menjadikan baik (generasi) awal umat ini.”

Apakah pemilu ini akan membuat negara kita menerapkan syariat Islam?

Ya Akhi, tegakkanlah syariat Islam itu pada diri-diri kita dulu.

13. Akh Firanda berkata,

[... Jika sebagian ustadz tdk bisa ngisi pengajian di sebuah mesjid hanya karena DKM nya simpatisan syiah maka bagimana lagi jika syiah beneran. Apalagi dalam skala yang lebih luas..]

Bantahan:

Allohu akbar. Ini ketakutan dan prasangka, Akhi. Apa tujuan Anda melampirkan premis ini? Agar manusia terjun pada pentas demokrasi yang harom?

Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa ..."
(QS. Al-Hujurat :12)

Dan Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman,

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain adalah setan dengan kawan-kawannya yang menakut-nakuti (kamu), karena itu janganlah kalian takut kepada mereka ..."
(Ali Imran: 175)

Seandainya Allah memberikan ujian berat untuk kita nanti, insya Alloh masih ada sesuatu yang jauh lebih mulia dari sekarang, yaitu kesabaran yang memiliki ganjaran yang besar.

Bukankah dulu kita pernah hidup dan dipimpin oleh seorang penguasa yang Anda takuti sekarang untuk menjadi pemimpin?

Kenapa dulu Anda tidak takut dia menjadi pemimpin, dan sekarang malah Anda takut?

Bukankah dulu juga kita pernah dipimpin oleh seorang wanita? Padahal wanita dilarang dalam Islam menjadi pemimpin. Kita juga pernah dipimpin oleh seorang yang memiliki pemikiran JIL dan Aswaja, dan juga pernah memiliki mentri agama yang juga memiliki pemikiran Syi'ah. Binasakah kita saat itu?

Bagaimana kondisi ustadz-ustadz kita waktu hidup bersama mereka?

Nah, begitu juga saat ini, pemilu tidak baru ini saja, tapi pemilu sudah lama berjalan, puluhan tahun, dan dari ke waktu seperti itu itu saja, hampir sama seperti saat ini.

Maka kembali ke jalan lurus, Akhi.

14. Akh Firanda berkata,

[... tidak diragukan bahwa pemilu merupakan fitnah yang menimbulkan pro kontra,..]

Bantahan:

Akhi, antum sudah tahu itu fitnah, lantas kenapa mau ikut pemilu?

Dari Ahban radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berwasiat kepadaku:

“Kelak akan ada banyak kekacauan dan perpecahan. Jika sudah seperti itu maka patahkanlah pedangmu dan pakailah pedang dari kayu.”
(HR. Ahmad no. 20622)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu. dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Kelak akan ada banyak kekacauan dimana di dalamnya orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik daripada yang berusaha (dalam fitnah). Siapa yang menghadapi kekacauan tersebut maka hendaknya dia menghindarinya dan siapa yang mendapati tempat kembali atau tempat berlindung darinya maka hendaknya dia berlindung.”
(HR. Al-Bukhari no. 3601 dan Muslim no. 2886)

Dari Ma’qil bin Yasar radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Beribadah di zaman haroj seperti berhijrah kepadaku.”
(HR. Muslim no. 2984)

Haroj adalah fitnah dan bertubrukannya kepentingan-kepentingan orang.

Ust. Abu Muawiyah Hammad menjelaskan,

"(Hendaknya kita) Tidak terjun dan ikut ikutan dalam fitnah tersebut. Berlindung dan menjauhi fitnah tersebut. Kedua sikap di atas berlaku untuk siapa saja, baik dia seorang alim apalagi jika dia orang yang jahil terhadap agamanya, baik dia orang yang kuat apalagi orang yang lemah. Karenanya siapa yang diperhadapkan kepada fitnah dan kekacauan maka jangan sampai rasa penasaran dan keingintahuannya menghancurkan dirinya dengan mencoba untuk terjun di dalamnya.

Karenanya siapa yang sudah masuk ke dalam fitnah maka hanya Allah yang bisa mengeluarkannya darinya. Hendaknya orang yang jahil terhadap agamanya tidak menjadi pahlawan kesiangan atau sok jagoan dalam masalah ini, karena sungguh sudah banyak orang alim sebelumnya yang dihancurkan oleh fitnah, maka sebaiknya dia mengasihani dirinya sendiri dan jangan mengasihani orang lain."

Terakhir, buat Akh Firanda, ingatlah pesan al-Hasan rahimahullah, saat beliau mengatakan,

“Salah satu tanda bahwa Allah mulai berpaling dari seorang hamba adalah tatkala dijadikan dia tersibukkan dalam hal-hal yang tidak penting bagi dirinya.”
(lihat ar-Risalah al-Mughniyah, hal. 62).

--Alhamdulillahirobbil 'alamin.

(Abu Hanin)
--Sulsel, 11 Romadhon 1435 H
Title : Kritik Atas Argumentasi Ustadz Firanda Andirja
Description : Bismillahirrohmaanirrohiim Bantahan Telak Status Terbaru Akh Firanda Andirja yang Menyuruh Mencoblos Hari Ini (Complete) 1. Akh Fir...