Salah Paham dengan Ayat “Kami Lebih Dekat dari Urat Leher”

Mereka pun mengemukakan ayat dalam surat Qaaf berikut.

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (QS. Qoof: 16). Kata mereka, dari sini kita harus katakan bahwa Allah itu dekat, bukan jauh di langit sana. Itulah argumen mereka.
Semoga tulisan berikut bisa menjawab kerancuan di atas. Hanya Allah yang memberi taufik dan kemudahan.

Apa yang Dimaksud Kedekatan Dalam Ayat Ini?

Para ulama ahli tafsir berselisih pendapat mengenai makna kedekatan dalam ayat di atas, apakah yang dimaksud adalah kedekatan Allah atau kedekatan malaikat.

Abul Faroj menyebutkan bahwa ada dua pendapat ketika mengartikan kedekatan dalam ayat di atas.

Pertama adalah kedekatan para malaikat.

Kedua adalah kedekatan Allah dengan ilmu-Nya, sebagaimana yang disebutkan dari Abu Sholih, dari Ibnu ‘Abbas.

Namun ingat, mereka sama sekali tidak memaksudkan kedekatan di situ adalah kedekatan Dzat Allah ‘azza wa jalla, yaitu Dzat Allah dekat dengan urat leher dari seorang hamba. Jadi, jika ulama tersebut menafsirkan kedekatan di situ bukan kedekatan para malaikat, maka mereka mereka akan menafsirkan bahwa kedekatan tersebut adalah kedekatan dengan ilmu dan qudroh (kekuasaan) Allah. –Demikian penuturan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-[1]

Jadi, perlu diperhatikan bahwa tidak ada satu pun ulama Ahlus Sunnah yang mengartikan kedekatan Allah dengan kedekatan Dzat-Nya, sehingga jika kedekatan-Nya dimaknakan Allah berada di mana-mana, ini adalah makna yang jelas-jelas keliru.

Tafsiran yang Lebih Tepat

Dari dua tafsiran ulama mengenai “kedekatan” dalam surat Qaaf ayat 16, kedekatan yang lebih tepat adalah kedekatan para malaikat bukan kedekatan ilmu Allah. Alasannya adalah:

Pertama: Melihat kelanjutan surat Qaaf ayat 16 yang membicarakan tentang malaikat.[2]
Selengkapnya Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ, إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 16-18). Konteks ayat ini membicarakan tentang malaikat.

Kedua: Yang dimaksudkan “al insan (manusia)” dalam surat Qaaf ayat 16 adalah umum, baik mukmin ataupun kafir. Jika kita menyatakan yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah kedekatan Allah, maka ini sangat bertentangan. Kedekatan Allah tidak mungkin pada orang kafir. Kedekatan Allah hanya pada orang beriman saja. Sehingga yang lebih tepat kita katakan, maksud ayat ini adalah kedekatan para malaikat.[3]

Mungkin ada yang mengatakan bahwa dalam surat Qaaf ayat 16 digunakan kata ‘Kami (nahnu)’, “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”, namun kenapa yang dimaksudkan adalah malaikat dan adakah contoh yang semisal?

Jawabannya, ada contoh ayat yang semisal. Sama-sama menggunakan kata ‘Kami (nahnu)’, namun yang dimaksudkan adalah kedekatan malaikat. Contohnya firman Allah Ta’ala,

لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ , إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (QS. Al Qiyamah: 16-17). Yang dimaksud dengan “Kami” di sini adalah Malaikat Jibril. Allah menyandarkan perbuatan Jibril pada diri-Nya karena Jibril adalah utusan-Nya. Sebagaimana dalam surat Qaaf ayat 16 Allah menyandarkan kedekatan malaikat pada diri-Nya karena malaikat adalah utusan-Nya. Hal itu dibuktikan dalam ayat,

أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ
Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az Zukhruf: 80)[4]. Sehingga pendapat yang lebih tepat, yang dimaksud kedekatan dalam ayat tersebut adalah kedekatan malaikat sebagaimana pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Begitu pula jika kita temukan dalam ayat lainnya yang menyebutkan kedekatan secara umum (mencakup mukmin dan kafir), maka yang dimaksudkan adalah kedekatan para Malaikat.[5]

Kedekatan Allah dengan Orang Beriman

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa makna kedekatan bisa dua kemungkinan yaitu kedekatan Allah atau kedekatan malaikat-Nya, dan bukan berarti mengkonsekuensikan Allah ada di mana-mana. Begitu pula perlu dipahami bahwa kedekatan Allah di sini adalah hanya khusus untuk orang beriman dan bukan dengan orang kafir. Namun apakah kedekatan Allah dengan orang beriman dalam segala keadaan?

Jawabannya, kedekatan Allah di sini hanya dalam beberapa keadaan. Contoh kedekatan Allah adalah:

Pertama: Ketika berdo’a

Sebagaimana hal ini terdapat dalam ayat berikut.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), “Aku itu dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Begitu juga terdapat dalil dalam Shohih Muslim pada Bab ‘Dianjurkannya merendahkan suara ketika berdzikir’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِى تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَةِ أَحَدِكُمْ
Yang kalian seru adalah Rabb yang lebih dekat pada salah seorang di antara kalian daripada urat leher unta tunggangan kalian.”[6]

Kedua: Ketika sujud

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
Tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.”[7]
Jadi kedekatan Allah adalah ketika seorang mukmin beribadah dan ketika seorang mukmin berdo’a. Adapun kedekatan secara umum adalah kedekatan para malaikat, sebagaimana pendapat yang lebih kuat.[8]

[1] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 5/502, Darul Wafa’,  cetakan ketiga 1426 H.
[2] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 5/504-505. Lihat pula penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika menjelaskan surat Qaaf ayat 16 dalam Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15, Asy Syamilah
[3] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15.
[4] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15-16.
[5] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/16.
[6] HR. Muslim no 2704, dari Abu Musa.
[7] HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah.
[8] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/16.


Sumber : rumaysho
Title : Salah Paham dengan Ayat “Kami Lebih Dekat dari Urat Leher”
Description : Mereka pun mengemukakan ayat dalam surat Qaaf berikut. وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ “ Dan Kami lebih dekat kep...