1. Mereka menganggap bahwa kedua orang tua nabi termasuk ahli fatrah sehingga mereka dimaafkan.
Kita Jawab :
Definisi fatrah menurut bahasa kelemahan dan penurunan [Lisaanul-’Arab oleh Ibnul-Mandhur 5/43]. Adapun secara istilah, maka fatrah bermakna tenggang waktu antara dua orang Rasul, dimana ia tidak mendapati Rasul pertama dan tidak pula menjumpai Rasul kedua” [Jam’ul-Jawaami’ 1/63]. Hal ini seperti selang waktu antara Nabi Nuh dan Idris ’alaihimas-salaam serta seperti selang waktu antara Nabi ’Isa ’alaihis-salaam dan Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam. Definisi ini dikuatkan oleh firman Allah ta’ala :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: "Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan" [QS. Al-Maaidah : 19].
Ahli fatrah terbagi menjadi dua macam :
a. Yang telah sampai kepadanya ajaran Nabi.
b. Yang tidak sampai kepadanya ajaran/dakwah Nabi dan dia dalam keadaan lalai.
Golongan pertama di atas dibagi menjadi dua, yaitu : Pertama, Yang sampai kepadanya dakwah dan dia bertauhid serta tidak berbuat syirik. Maka mereka dihukumi seperti ahlul-islam/ahlul-iman. Contohnya adalah Waraqah bin Naufal, Qus bin Saa’idah, Zaid bin ’Amr bin Naufal, dan yang lainnya. Kedua, Yang tidak sampai kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman. Tidak ada perselisihan di antara ulama bahwa mereka merupakan ahli neraka. Contohnya adalah ’Amr bin Luhay[3], Abdullah bin Ja’dan, shahiibul-mihjan, kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, Abu Thalib, dan yang lainnya.
Golongan kedua, maka mereka akan diuji oleh Allah kelak di hari kiamat.
Kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam memang termasuk ahli fatrah, namun telah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam. Maka, mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka.
2. Hadits-hadits yang menceritakan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam ke dunia, lalu mereka beriman kepada ajaran beliau.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah :
عن عائشة رضي الله عنها قالت: حج بنا رسول الله حجة الوداع ، فمرّ بي على عقبة الحجون وهو باكٍ حزين مغتم فنزل فمكث عني طويلاً ثم عاد إلي وهو فرِحٌ مبتسم ، فقلت له فقال : ذهبت لقبر أمي فسألت الله أن يحييها فأحياها فآمنت بي وردها الله
Dari ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallammelakukan haji bersama kami dalam haji wada’. Beliau melewati satu tempat yang bernama Hajun dalam keadaan menangis dan sedih. Lalu beliau shallallaahu ’alaihi wasallam turun dan menjauh lama dariku kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gembira dan tersenyum. Maka akupun bertanya kepada beliau (tentang apa yang terjadi), dan beliau pun menjawab : ”Aku pergi ke kuburan ibuku untuk berdoa kepada Allah agar Ia menghidupkannya kembali. Maka Allah pun menghidupkannya dan mengembalikan ke dunia dan beriman kepadaku” [Diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam An-Nasikh wal-Mansukh no. 656, Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222, dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283-284].
Hadits ini tidak shahih karena perawi yang bernama Muhammad bin Yahya Az-Zuhri dan Abu Zinaad. Tentang Abu Zinaad, maka telah berkata Yahya bin Ma’in : Ia bukanlah orang yang dijadikan hujjah oleh Ashhaabul-Hadiits, tidak ada apapanya”. Ahmad berkata : ”Orang yang goncang haditsnya (mudltharibul-hadiits)”. Berkata Ibnul-Madiinii : ”Menurut para shahabat kami ia adalah seorang yang dla’if”. Ia juga berkata pula : ”Aku melihat Abdurrahman bin Mahdi menulis haditsnya”. An-Nasa’i berkata : ”Haditsnya tidak boleh dijadikan hujjah”. Ibnu ’Adi berkata : ”Ia termasuk orang yang ditulis haditsnya” [silakan lihat selengkapnya dalam Tahdzibut-Tahdzib]. Ringkasnya, maka ia termasuk perawi yang ditulis haditsnya namun riwayatnya sangat lemah jika ia bersendirian.
Adapun Muhammad bin Yahya Az-Zuhri, maka Ad-Daruquthni berkata : ”Matruk”. Ia juga berkata : ”Munkarul-Hadits, ia dituduh memalsukan hadits” [lihat selengkapnya dalam Lisaanul-Miizaan 4/234].
Dengan melihat kelemahan itu, maka para ahli hadits menyimpulkan sebagai berikut : Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/284) berkata : ”Palsu tanpa ragu lagi”. Ad-Daruquthni dalam Lisaanul Mizan (biografi ’Ali bin Ahmad Al-Ka’by) : ”Munkar lagibathil”. Ibnu ’Asakir dalam Lisanul-Mizan (4/111) : ”Hadits munkar”. Adz-Dzahabi berkata (dalam biografi ’Abdul-Wahhab bin Musa) : ”Hadits ini adalah dusta”.
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا كان يوم القيامة شفعت لأبي وأمي وعمي أبي طالب وأخ لي كان في الجاهلية
Dari Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ’alaihi wa sallam : ”Pada hari kiamat nanti aku akan memberi syafa’at kepada ayahku, ibuku, pamanku Abu Thalib, dan saudaraku di waktu Jahiliyyah”[Diriwayatkan oleh Tamam Ar-Razi dalam Al-Fawaaid 2/45].
Hadits ini adalah palsu karena rawi yang bernama Al-Waliid bin Salamah. Ia adalahpemalsu lagi ditinggalkan haditsnya [lihat Al-Majruhiin oleh Ibnu Hibban 3/80 danMizaanul-I’tidaal oleh Adz-Dzahabi 4/339]. Pembahasan selengkapnya hadits ini dapat dibaca dalam Silsilah Al-Ahaadits Adl-Dla’iifah wal-Ma’udluu’ah oleh Asy-Syaikh Al-Albani no. 322.
عن علي مرفوعاً : « هبط جبريل علي فقال إن الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلبٍ أنزلك وبطنٍ حملك وحجرٍ كفلك
Dari ’Ali radliyallaahu ’anhu secara marfu’ : ”Jibril turun kepadaku dan berkata : ’Sesungguhnya Allah mengucapkan salaam dan berfirman : Sesungguhnya Aku haramkan neraka bagi tulang rusuk yang telah mengeluarkanmu (yaitu Abdullah), perut yang mengandungmu (yaitu Aminah), dan pangkuan yang merawatmu (yaitu Abu Thalib)” [Diriwayatkan oleh Al-Jauzaqaani dalam Al-Abaathil 1/222-223 dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat 1/283].
Hadits ini adalah palsu (maudlu’) tanpa ada keraguan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul-Jauzi dalam Al-Maudlu’aat (1/283) dan Adz-Dzahabi dalam Ahaadiitsul-Mukhtarah no. 67.
Dan hadits lain yang senada yang tidak lepas dari status sangat lemah, munkar, atau palsu.
3. Hadits-hadits yang menjelaskan tentang kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam dinasakh (dihapus) oleh hadits-hadits yang menjelaskan tentang berimannya kedua orang tua beliau.
Kita jawab :
Klaim nasakh hanyalah diterima bila nash naasikh (penghapus) berderajat shahih. Namun, kedudukan haditsnya yang dianggap naasikh adalah sebagaimana yang kita lihat (sangat lemah, munkar, atau palsu). Maka bagaimana bisa diterima hadits shahih di-nasakh oleh hadits yang kedudukannya sangat jauh di bawahnya ? Itu yang pertama. Adapun yang kedua, nasakh hanyalah ada dalam masalah-masalah hukum, bukan dalam masalah khabar. Walhasil, anggapan nasakh adalah anggapan yang sangat lemah.
Pada akhirnya, orang-orang yang menolak hal ini berhujjah dengan dalil-dalil yang sangat lemah. Penyelisihan dalam perkara ini bukan termasuk khilaf yang diterima dalam Islam (karena tidak didasari oleh hujjahyang kuat). Orang-orang Syi’ah berada pada barisan terdepan dalam memperjuangkan pendapat bathil ini. Di susul kemudian sebagian habaaib (orang yang mengaku keturunan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam) dimana mereka menginginkan atas pendapat itu agar orang berkeyakinan tentang kemuliaan kedudukan mereka sebagai keturunan Rasulullah. Hakekatnya, motif dua golongan ini adalah sama. Kultus individu.
Keturunan Nabi adalah nasab yang mulia dalam Islam. Akan tetapi hal itu bukanlah jaminan – sekali lagi – bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga dan selamat dari api neraka. Allah hanya akan menilai seseorang – termasuk mereka yang mengaku memiliki nasab mulia – dari amalnya. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
وَمَنْ بَطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya” [HR. Muslim – Arba’un Nawawiyyah no. 36].
Title : Bantahan terhadap Syubuhaat kedua orang tua Nabi termasuk ahli surga
Description : 1. Mereka menganggap bahwa kedua orang tua nabi termasuk ahli fatrah sehingga mereka dimaafkan. Kita Jawab : Definisi fatrah me...
Description : 1. Mereka menganggap bahwa kedua orang tua nabi termasuk ahli fatrah sehingga mereka dimaafkan. Kita Jawab : Definisi fatrah me...