Berikut syubhat-syubhat kaum Asya’iroh yang menyatakan bahwa al-Qur’an yang kita baca adalah makhluk.
Syubhat Pertama : Kalau Allah berbicara dengan suara maka berarti menyamakan suara Allah dengan suara makhluk,
Bantahan :
Pertama : Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah berbicara/berfirman dengan suara maka sangatlah banyak sebagaimana telah lalu.
Kedua : Persangakaan Asyairoh kalau Allah berbicara/berfirman dengan huruf dan bahasa dan suara berarti seperti makhluk ini adalah persangkaan yang keliru dan telah dibantah oleh para ulama sejak dahulu. Karena bid’ah ini sudah muncul sejak dahulu. Berikut bantahan al-Imam Al-Bukhari rahimahullah. Beliau menjelaskan jika firman Allah dengan suara maka tidak melazimkan bahwa suara Allah seperti suara makhluk, sebagaimana pendengaran dan penglihatan Allah tidak seperti makhluk dan sebagaimana dzat Allah tidak seperti dzat makhluk : Al-Imam Al-Bukhari (wafat 256 H) berkata :
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَادِي بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مَنْ بَعُدَ كَمَا يَسْمَعُهُ مَنْ قَرُبَ، فَلَيْسَ هَذَا لِغَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ذِكْرُهُ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: " وَفِي هَذَا دَلِيلٌ أَنَّ صَوْتَ اللَّهِ لَا يُشْبِهُ أَصْوَاتَ الْخَلْقِ، لِأَنَّ صَوْتَ اللَّهِ جَلَّ ذِكْرُهُ يُسْمَعُ مِنْ بُعْدٍ كَمَا يُسْمَعُ مِنْ قُرْبِ، وَأَنَّ الْمَلَائِكَةَ يُصْعَقُونَ مِنْ صَوْتِهِ، فَإِذَا تَنَادَى الْمَلَائِكَةُ لَمْ يُصْعَقُوا، وَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: {فَلَا تَجْعَلُوا لِلِّهِ أَنْدَادًا} فَلَيْسَ لِصِفَةِ اللَّهِ نِدٌّ، وَلَا مِثْلٌ، وَلَا يوجدُ شَيْءٌ مِنْ صِفَاتِهِ فِي الْمَخْلُوقِينَ "
"Dan sesungguhnya Allah menyeru dengan suara yang didengar orang orang yang jauh sama sebagaimana didengar oleh orang yang dekat. Dan seperti ini tidak bisa untuk selain Allah. Dan ini adalah dalil bahwasanya suara Allah tidak seperti suara-suara makhluk. Karena suara Allah didengar oleh orang yang jauh sebagaimana pendengaran orang yang dekat. Jika para malaikat mendengar suara Allah maka mereka pingsan, dan jika para malaikat –diantara mereka- saling memanggil maka mereka tidak pingsan. Dan Allah telah berfirman
فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
"Karena itu janganlah kamu Mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah" (QS Al-Baqoroh : 22)
Maka tidak ada tandingan bagi sifat Allah, dan juga tidak ada yang menyamai, dan tidak ada satu sifat Allah pun yang ada pada para makhluk" (Kholqu Af'aalil 'Ibaad hal 91-92).
Al-Imam Al-Bukhari menjelaskan poin perbedaan suara Allah dengan suara makhluk diantaranya :
Suara Allah didengar sama antara yang jauh maupun yang dekat, dan ini berbeda dengan suara manusia
Suara Allah kalau didengar para malaikat maka merekapun pingsan. Berbeda dengan suara malaikat, takala malaikat berbicara saling mendengar suara diantara mereka maka mereka tidaklah pingsan.
Syubhat Kedua : Kalau Allah berbicara dengan suara maka melazimkan Allah membutuhkan tempat keluar suara, pita suara, udara, dll
Bantahan :
Pertama : Itu semua menjadi lazim jika yang dimaksud adalah suara makhluk yang dikenal oleh manusia, adapun suara Allah maka berbeda dan tidak lazim.
Ibnu Hajar berkata :
فَمَنْ مَنَعَ قَالَ إِنَّ الصَّوْتَ هُوَ الْهَوَاءُ الْمُنْقَطِعُ الْمَسْمُوعُ مِنَ الْحَنْجَرَةِ وَأَجَابَ مَنْ أَثْبَتَهُ بِأَنَّ الصَّوْتَ الْمَوْصُوفَ بِذَلِكَ هُوَ الْمَعْهُودُ مِنَ الْآدَمِيِّينَ كَالسَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَصِفَاتُ الرَّبِّ بِخِلَافِ ذَلِكَ فَلَا يَلْزَمُ الْمَحْذُورُ الْمَذْكُورُ مَعَ اعْتِقَادِ التَّنْزِيهِ وَعَدَمِ التَّشْبِيهِ وَأَنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ مِنْ غَيْرِ الْحَنْجَرَةِ فَلَا يَلْزَمُ التَّشْبِيهَ
"Adapun suara maka barang siapa yang melarang (sifat suara bagi Allah) beralasan bahwa suara adalah aliran nafas yang terhenti yang terdengar dan keluar dari kerongkongan. Maka orang yang menetapkan sifat suara menjawab dengan dalih bahwasanya suara yang sifatnya demikian adalah suara yang dikenal dari para manusia. Sebagaimana pendengaran dan penglihatan. Dan sifat-sifat Ar-Robb berbeda dengan itu semua dan tidaklah melazimkan adanya perkara yang disebutkan yang dilarang tersebut jika disertai keyakinan tanzih (pensucian sifat Allah dari kekurangan-pen) dan tidak adanya tasybih (menyamakan dengan makhluk-pen). Dan suara bisa keluar tanpa kerongkongan, sehingga tidak melazimkan tasybih." (Fathul Baari 13/460)
Kedua : Ternyata makhluk juga ada yang bisa mengeluarkan suaranya tanpa pita suara dan rongga suara. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menyebutkan bahwa ada batu yang pernah memberi salam kepadanya?. Beliau berkata :
إني لأعرف حجراً بمكة كان يسلِّم علي قبل أن أُبْعَثُ إِنِّي لأعرفه الآنَ
“Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah pernah memberi salam kepadaku sebelum aku diangkat menjadi Nabi, dan sungguh aku mengetahuinya sekarang” (HR Muslim No. 2277)
Bukankah makanan pernah bertasbih dihadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?, Ibnu Mas’ud berkata :
ولقد كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيْحَ الطَّعَامِ وَهُوَ يُؤْكَلُ
“Dan sungguh kami mendengar tasbih makanan padahal makanan tersebut sedang dimakan” (HR Al-Bukhari No. 3579)
Dalam riwayat yang lain :
كُنَّا نَأْكُلُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، وَنَحْنُ نَسْمَعُ تَسْبِيْحَ الطَّعَامِ
“Kami makan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan kami mendengar tasbihnya makanan” (Lihat Fathul Baari 6/592)
Bukankah para sahabat mendengar suara tangisan batang korma tatkala ditinggal oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam? Ibnu Umar berkata ;
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ إِلَى جِذْعٍ فَلَمَّا اتَّخَذَ الْمِنْبَرَ تَحَوَّلَ إِلَيْهِ فَحَنَّ الْجِذْعُ فَأَتَاهُ فَمَسَحَ عَلَيْهِ
“Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah di batang kurma, tatkala dibuat mimbar dan Nabi ke mimbar maka batang kurma tersebut terisak, lalu Nabi ke batang tersebut lalu mengusapnya’ (HR Al-Bukhari No. 3583)
Jika makhluk saja bisa bersuara tanpa rongga dan tanpa pita suara maka bagaimana lagi dengan Allah sang Maha Pencipta?. Bukankah pada hari kiamat kaki, tangan, kulit, dan jari bisa berbicara?
Syubhat ketiga : Kalau Allah berbicara dengan huruf maka berarti Allah menerima pembagian, padahal Allah tidak bisa dibagi-bagi.
Bantahan :
Pertama : Mana dalil bahwasanya firman Allah tidak boleh terbagi-bagi sama sekali?. Terserah Allah membagi firmanNya berbicara sebagian pada suatu waktu dan berbicara dengan topik dan pembicaraan yang lain pada waktu yang lain?. Kenapa tidak boleh?. Bukankah Allah maha berbicara?. Allah berbicara dengan Nabi Musa, bahkan berdialog dengan Nabi Musa, maka pembicaraan Allah terbagi-bagi, bertahap sehingga terjadi dialog dan sahut menyahut dengan Nabi Musa ‘alaihis salam?
Bukankah Allah jika berkehendak sesuatu maka Allah mengatakan “Kun Fayakun”, berarti setiap kehendak yang berbeda maka Allah mengucapkan “Kun Fayakun”, bukankah ini berarti Allah terbagi-bagi kalamNya?
Yang tidak boleh jika kita mengatakan bahwa zat Allah terbagi-bagi, menjadi ganda atau lebih, memiliki anak atau istri. Adapun sifat Allah terbagi-bagi maka tidak ada larangan, bukankah sifat-sifat Allah banyak?, bukankah sifat-sifat tersebut berbeda-beda? Apakah ini berarti terbagi-bagi yang dilarang?.
Jadi kaum Asyairoh terjebak dengan logika filsafat mereka “Allah tidak boleh terbagi-bagi” sehingga tidak bisa masuk akal mereka jika firman Allah terangkai atas suara dan huruf-huruf.
Kedua : Kaum Asyairoh juga terjatuh pada apa yang mereka lari darinya -sebagaimana telah lalu penjelasan bantahan secara global-. Karena mereka meyakini bahwa at-Taurot dan Injil adalah ungkapan dari kalaam Allah yang qodiim? (yang kalam yang qodim tersebut satu kesatuan tidak terbagi-bagi dan tidak berubah-rubah). Demikian pula dengan al-Qur’an adalah ungkapan dari kalam Allah yang qodim tersebut. Nah yang menjadi pertanyaan, apakah al-Qur’an tersebut adalah ungkapan dari seluruh kalam Allah yang qodim tersebut? Ataukah sebagian dari kalaam yang qodim tersebut?
Kalau mereka berkata al-Qur’an adalah ibarat/ungkapan dari seluruh kalaam qodiim tersebut berarti kalam Allah terbatas dong? Karena ungkapannya terbatas?.
Kalau mereka (Asyairoh) berkata bahwa al-Qur’an adalah ungkapan dari sebagian kalam Allah yang qodim, maka berarti mereka terjatuh dalam apa yang mereka lari darinya !
Syubhat Pertama : Kalau Allah berbicara dengan suara maka berarti menyamakan suara Allah dengan suara makhluk,
Bantahan :
Pertama : Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah berbicara/berfirman dengan suara maka sangatlah banyak sebagaimana telah lalu.
Kedua : Persangakaan Asyairoh kalau Allah berbicara/berfirman dengan huruf dan bahasa dan suara berarti seperti makhluk ini adalah persangkaan yang keliru dan telah dibantah oleh para ulama sejak dahulu. Karena bid’ah ini sudah muncul sejak dahulu. Berikut bantahan al-Imam Al-Bukhari rahimahullah. Beliau menjelaskan jika firman Allah dengan suara maka tidak melazimkan bahwa suara Allah seperti suara makhluk, sebagaimana pendengaran dan penglihatan Allah tidak seperti makhluk dan sebagaimana dzat Allah tidak seperti dzat makhluk : Al-Imam Al-Bukhari (wafat 256 H) berkata :
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَادِي بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مَنْ بَعُدَ كَمَا يَسْمَعُهُ مَنْ قَرُبَ، فَلَيْسَ هَذَا لِغَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ذِكْرُهُ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: " وَفِي هَذَا دَلِيلٌ أَنَّ صَوْتَ اللَّهِ لَا يُشْبِهُ أَصْوَاتَ الْخَلْقِ، لِأَنَّ صَوْتَ اللَّهِ جَلَّ ذِكْرُهُ يُسْمَعُ مِنْ بُعْدٍ كَمَا يُسْمَعُ مِنْ قُرْبِ، وَأَنَّ الْمَلَائِكَةَ يُصْعَقُونَ مِنْ صَوْتِهِ، فَإِذَا تَنَادَى الْمَلَائِكَةُ لَمْ يُصْعَقُوا، وَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: {فَلَا تَجْعَلُوا لِلِّهِ أَنْدَادًا} فَلَيْسَ لِصِفَةِ اللَّهِ نِدٌّ، وَلَا مِثْلٌ، وَلَا يوجدُ شَيْءٌ مِنْ صِفَاتِهِ فِي الْمَخْلُوقِينَ "
"Dan sesungguhnya Allah menyeru dengan suara yang didengar orang orang yang jauh sama sebagaimana didengar oleh orang yang dekat. Dan seperti ini tidak bisa untuk selain Allah. Dan ini adalah dalil bahwasanya suara Allah tidak seperti suara-suara makhluk. Karena suara Allah didengar oleh orang yang jauh sebagaimana pendengaran orang yang dekat. Jika para malaikat mendengar suara Allah maka mereka pingsan, dan jika para malaikat –diantara mereka- saling memanggil maka mereka tidak pingsan. Dan Allah telah berfirman
فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
"Karena itu janganlah kamu Mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah" (QS Al-Baqoroh : 22)
Maka tidak ada tandingan bagi sifat Allah, dan juga tidak ada yang menyamai, dan tidak ada satu sifat Allah pun yang ada pada para makhluk" (Kholqu Af'aalil 'Ibaad hal 91-92).
Al-Imam Al-Bukhari menjelaskan poin perbedaan suara Allah dengan suara makhluk diantaranya :
Suara Allah didengar sama antara yang jauh maupun yang dekat, dan ini berbeda dengan suara manusia
Suara Allah kalau didengar para malaikat maka merekapun pingsan. Berbeda dengan suara malaikat, takala malaikat berbicara saling mendengar suara diantara mereka maka mereka tidaklah pingsan.
Syubhat Kedua : Kalau Allah berbicara dengan suara maka melazimkan Allah membutuhkan tempat keluar suara, pita suara, udara, dll
Bantahan :
Pertama : Itu semua menjadi lazim jika yang dimaksud adalah suara makhluk yang dikenal oleh manusia, adapun suara Allah maka berbeda dan tidak lazim.
Ibnu Hajar berkata :
فَمَنْ مَنَعَ قَالَ إِنَّ الصَّوْتَ هُوَ الْهَوَاءُ الْمُنْقَطِعُ الْمَسْمُوعُ مِنَ الْحَنْجَرَةِ وَأَجَابَ مَنْ أَثْبَتَهُ بِأَنَّ الصَّوْتَ الْمَوْصُوفَ بِذَلِكَ هُوَ الْمَعْهُودُ مِنَ الْآدَمِيِّينَ كَالسَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَصِفَاتُ الرَّبِّ بِخِلَافِ ذَلِكَ فَلَا يَلْزَمُ الْمَحْذُورُ الْمَذْكُورُ مَعَ اعْتِقَادِ التَّنْزِيهِ وَعَدَمِ التَّشْبِيهِ وَأَنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ مِنْ غَيْرِ الْحَنْجَرَةِ فَلَا يَلْزَمُ التَّشْبِيهَ
"Adapun suara maka barang siapa yang melarang (sifat suara bagi Allah) beralasan bahwa suara adalah aliran nafas yang terhenti yang terdengar dan keluar dari kerongkongan. Maka orang yang menetapkan sifat suara menjawab dengan dalih bahwasanya suara yang sifatnya demikian adalah suara yang dikenal dari para manusia. Sebagaimana pendengaran dan penglihatan. Dan sifat-sifat Ar-Robb berbeda dengan itu semua dan tidaklah melazimkan adanya perkara yang disebutkan yang dilarang tersebut jika disertai keyakinan tanzih (pensucian sifat Allah dari kekurangan-pen) dan tidak adanya tasybih (menyamakan dengan makhluk-pen). Dan suara bisa keluar tanpa kerongkongan, sehingga tidak melazimkan tasybih." (Fathul Baari 13/460)
Kedua : Ternyata makhluk juga ada yang bisa mengeluarkan suaranya tanpa pita suara dan rongga suara. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menyebutkan bahwa ada batu yang pernah memberi salam kepadanya?. Beliau berkata :
إني لأعرف حجراً بمكة كان يسلِّم علي قبل أن أُبْعَثُ إِنِّي لأعرفه الآنَ
“Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah pernah memberi salam kepadaku sebelum aku diangkat menjadi Nabi, dan sungguh aku mengetahuinya sekarang” (HR Muslim No. 2277)
Bukankah makanan pernah bertasbih dihadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?, Ibnu Mas’ud berkata :
ولقد كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيْحَ الطَّعَامِ وَهُوَ يُؤْكَلُ
“Dan sungguh kami mendengar tasbih makanan padahal makanan tersebut sedang dimakan” (HR Al-Bukhari No. 3579)
Dalam riwayat yang lain :
كُنَّا نَأْكُلُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، وَنَحْنُ نَسْمَعُ تَسْبِيْحَ الطَّعَامِ
“Kami makan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan kami mendengar tasbihnya makanan” (Lihat Fathul Baari 6/592)
Bukankah para sahabat mendengar suara tangisan batang korma tatkala ditinggal oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam? Ibnu Umar berkata ;
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ إِلَى جِذْعٍ فَلَمَّا اتَّخَذَ الْمِنْبَرَ تَحَوَّلَ إِلَيْهِ فَحَنَّ الْجِذْعُ فَأَتَاهُ فَمَسَحَ عَلَيْهِ
“Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah di batang kurma, tatkala dibuat mimbar dan Nabi ke mimbar maka batang kurma tersebut terisak, lalu Nabi ke batang tersebut lalu mengusapnya’ (HR Al-Bukhari No. 3583)
Jika makhluk saja bisa bersuara tanpa rongga dan tanpa pita suara maka bagaimana lagi dengan Allah sang Maha Pencipta?. Bukankah pada hari kiamat kaki, tangan, kulit, dan jari bisa berbicara?
Syubhat ketiga : Kalau Allah berbicara dengan huruf maka berarti Allah menerima pembagian, padahal Allah tidak bisa dibagi-bagi.
Bantahan :
Pertama : Mana dalil bahwasanya firman Allah tidak boleh terbagi-bagi sama sekali?. Terserah Allah membagi firmanNya berbicara sebagian pada suatu waktu dan berbicara dengan topik dan pembicaraan yang lain pada waktu yang lain?. Kenapa tidak boleh?. Bukankah Allah maha berbicara?. Allah berbicara dengan Nabi Musa, bahkan berdialog dengan Nabi Musa, maka pembicaraan Allah terbagi-bagi, bertahap sehingga terjadi dialog dan sahut menyahut dengan Nabi Musa ‘alaihis salam?
Bukankah Allah jika berkehendak sesuatu maka Allah mengatakan “Kun Fayakun”, berarti setiap kehendak yang berbeda maka Allah mengucapkan “Kun Fayakun”, bukankah ini berarti Allah terbagi-bagi kalamNya?
Yang tidak boleh jika kita mengatakan bahwa zat Allah terbagi-bagi, menjadi ganda atau lebih, memiliki anak atau istri. Adapun sifat Allah terbagi-bagi maka tidak ada larangan, bukankah sifat-sifat Allah banyak?, bukankah sifat-sifat tersebut berbeda-beda? Apakah ini berarti terbagi-bagi yang dilarang?.
Jadi kaum Asyairoh terjebak dengan logika filsafat mereka “Allah tidak boleh terbagi-bagi” sehingga tidak bisa masuk akal mereka jika firman Allah terangkai atas suara dan huruf-huruf.
Kedua : Kaum Asyairoh juga terjatuh pada apa yang mereka lari darinya -sebagaimana telah lalu penjelasan bantahan secara global-. Karena mereka meyakini bahwa at-Taurot dan Injil adalah ungkapan dari kalaam Allah yang qodiim? (yang kalam yang qodim tersebut satu kesatuan tidak terbagi-bagi dan tidak berubah-rubah). Demikian pula dengan al-Qur’an adalah ungkapan dari kalam Allah yang qodim tersebut. Nah yang menjadi pertanyaan, apakah al-Qur’an tersebut adalah ungkapan dari seluruh kalam Allah yang qodim tersebut? Ataukah sebagian dari kalaam yang qodim tersebut?
Kalau mereka berkata al-Qur’an adalah ibarat/ungkapan dari seluruh kalaam qodiim tersebut berarti kalam Allah terbatas dong? Karena ungkapannya terbatas?.
Kalau mereka (Asyairoh) berkata bahwa al-Qur’an adalah ungkapan dari sebagian kalam Allah yang qodim, maka berarti mereka terjatuh dalam apa yang mereka lari darinya !
Title : Al-Qur’an Yang Kita Baca Adalah Makhluk
Description : Berikut syubhat-syubhat kaum Asya’iroh yang menyatakan bahwa al-Qur’an yang kita baca adalah makhluk. Syubhat Pertama : Kalau Allah berbica...
Description : Berikut syubhat-syubhat kaum Asya’iroh yang menyatakan bahwa al-Qur’an yang kita baca adalah makhluk. Syubhat Pertama : Kalau Allah berbica...